Tidak diragukan lagi, bahwa apabila al-Qur’an diturunkan kepada gunung, maka niscaya ia akan tunduk khusyu terpecah belah dikarenakan takut kepada Allah ta’ala. Sebagaimana firman Allah ta’ala, artinya, “Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah.Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir”. (QS. al-Hasyr: 21)
Tapi kebanyakan kita manusia yang punya matahati, malah biasa–biasa saja ketika membacanya. Kita tidak menemukan apa yang Allah ta’ala gambarkan pada ayat di atas. Tidak meninggalkan bekas dan hampir tak ada bedanya dengan kita membaca buku cerita atau sejenisnya.
Di mana letak kesalahannya? Padahal kita meyakini bahwa al-Qur’an adalah ayat–ayat Allah ‘azza wajalla yang punya daya pengaruh yang sangat kuat. Jadi tidak ada kemungkinan lain kecuali kesalahan itu ada pada diri kita sendiri dan cara kita berinteraksi dengan al-Qur’an.
Segala sesuatu pasti ada kuncinya. Kunci shalat adalah bersuci, kunci surga adalah kalimat tauhid, kunci kemenangan adalah sabar, dan kunci–kunci yang lain. Begitu juga permasalahan yang kita hadapi ini pasti ada kuncinya. Kunci agar kita khusyu’ ketika membaca al-Qur’an, mentadabburi dan menghayatinya sepenuh hati.
Syaikh Khalid ibn Abdil Karim mencoba mencari dan memaparkan kepada kita sepuluh kunci untuk mentadabburi dan menghayati al-Qur’an. 10 Kunci tersebut yaitu:
Kunci Pertama : Hati yang Cinta al-Qur’an
Sesungguhnya hati ini apabila cinta pada sesuatu, maka dia akan tertambat, selalu ingin bertemu dan rindu padanya. Begitu juga terhadap al-Qur’an. Kalau seseorang sudah cinta padanya, maka dia akan selalu merasa senang membaca dan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memahami dan menyelami makna yang terkandung di dalamnya. Sebaliknya, kalau tidak ada cinta, maka orang akan sangat sulit menyelami makna–makna al-Qur’an.
Sudahkah kita cinta al-Qur’an? Cinta al-Qur’an mempunyai beberapa tanda, di antaranya :
1. Gembira bila bersua dengannya.
2. Duduk bersanding lama dengannya tanpa bosan.
3. Selalu rindu padanya bila lama tak bertemu, dan selalu berusaha menghilangkan apa pun penghalang antara dia dengannya
4. Selalu minta petunjuknya, percaya dan puas dengan pengarahannya dan selalu merujuk kepadanya dalam setiap masalah hidup yang dihadapinya.
5. Selalu menaati perintah dan larangannya
Sesungguhnya hati ini apabila cinta pada sesuatu, maka dia akan tertambat, selalu ingin bertemu dan rindu padanya. Begitu juga terhadap al-Qur’an. Kalau seseorang sudah cinta padanya, maka dia akan selalu merasa senang membaca dan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memahami dan menyelami makna yang terkandung di dalamnya. Sebaliknya, kalau tidak ada cinta, maka orang akan sangat sulit menyelami makna–makna al-Qur’an.
Sudahkah kita cinta al-Qur’an? Cinta al-Qur’an mempunyai beberapa tanda, di antaranya :
1. Gembira bila bersua dengannya.
2. Duduk bersanding lama dengannya tanpa bosan.
3. Selalu rindu padanya bila lama tak bertemu, dan selalu berusaha menghilangkan apa pun penghalang antara dia dengannya
4. Selalu minta petunjuknya, percaya dan puas dengan pengarahannya dan selalu merujuk kepadanya dalam setiap masalah hidup yang dihadapinya.
5. Selalu menaati perintah dan larangannya
Kunci Kedua : Meluruskan Tujuan Membaca al-Qur’an.
Ada lima tujuan yang agung ketika membaca Al-Qur’an, yaitu:
1. Mengharapkan pahala.
2. Bermunajat dengan Penciptanya.
3. Berobat.
4. Mendapatkan ilmu.
5. Bertujuan untuk mengamalkannya.
Bilamana seorang muslim membaca al-Qur’an dengan menggabungkan lima tujuan agung ini di dalam hatinya, maka pahalanya akan lebih besar dan manfaatnya akan lebih banyak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan” (HR. al-Bukhari), maka setiap kali niat itu lebih ikhlas, lebih murni, lebih tinggi nilainya sehingga pahala dan hasilnya pun akan lebih besar.
Ada lima tujuan yang agung ketika membaca Al-Qur’an, yaitu:
1. Mengharapkan pahala.
2. Bermunajat dengan Penciptanya.
3. Berobat.
4. Mendapatkan ilmu.
5. Bertujuan untuk mengamalkannya.
Bilamana seorang muslim membaca al-Qur’an dengan menggabungkan lima tujuan agung ini di dalam hatinya, maka pahalanya akan lebih besar dan manfaatnya akan lebih banyak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan” (HR. al-Bukhari), maka setiap kali niat itu lebih ikhlas, lebih murni, lebih tinggi nilainya sehingga pahala dan hasilnya pun akan lebih besar.
Kunci Ketiga : Shalat Malam Bersama al-Qur’an
Maksudnya adalah kita membaca al-Qur’an ketika shalat malam. Ini adalah termasuk kunci yang paling utama untuk bisa mentadabburi al-Qur’an dengan baik. Banyak sekali dalil yang menunjukkan penting dan utamanya shalat malam, yang di dalamnya bacaan al-Qur’an lebih bermakna. Di antaranya adalah firman Allah, artinya, “Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (Al-Isra : 79)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila seorang ahli al-Qur’an mengamalkannya, dia baca al-Qur’an di malam dan siang hari, niscaya hafalannya terjaga. Tapi kalau ia tinggalkan maka hilanglah hafalannya”. (HR. Muslim)
Maksudnya adalah kita membaca al-Qur’an ketika shalat malam. Ini adalah termasuk kunci yang paling utama untuk bisa mentadabburi al-Qur’an dengan baik. Banyak sekali dalil yang menunjukkan penting dan utamanya shalat malam, yang di dalamnya bacaan al-Qur’an lebih bermakna. Di antaranya adalah firman Allah, artinya, “Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (Al-Isra : 79)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila seorang ahli al-Qur’an mengamalkannya, dia baca al-Qur’an di malam dan siang hari, niscaya hafalannya terjaga. Tapi kalau ia tinggalkan maka hilanglah hafalannya”. (HR. Muslim)
Kunci Keempat : Membacanya di malam hari.
Waktu malam, menjelang fajar merupakan waktu yang sangat baik untuk menghayati dan merenungi ayat–ayat al-Qur’an. Karena waktu itu adalah waktu yang barokah, saat Allah subhanahu wata’ala turun ke langit dunia dan dibukanya pintu–pintu langit. Juga waktu tersebut merupakan waktu yang tenang dan sunyi. Firman Allah subhanahu wata’ala, artinya, “Dan pada sebagian malam hari shalat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (QS. al-Isra : 79). Dan juga firman Allah subhanahu wata’ala artinya, “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. (QS. al Muzzammil : 6)
Waktu malam, menjelang fajar merupakan waktu yang sangat baik untuk menghayati dan merenungi ayat–ayat al-Qur’an. Karena waktu itu adalah waktu yang barokah, saat Allah subhanahu wata’ala turun ke langit dunia dan dibukanya pintu–pintu langit. Juga waktu tersebut merupakan waktu yang tenang dan sunyi. Firman Allah subhanahu wata’ala, artinya, “Dan pada sebagian malam hari shalat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (QS. al-Isra : 79). Dan juga firman Allah subhanahu wata’ala artinya, “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. (QS. al Muzzammil : 6)
Ibnu ‘Abbas rodiyallahu ‘anhu dalam hal baca al-Qur’an di malam hari ini berkata, “Itu lebih mudah untuk memahami al-Qur’an”.
Kunci Kelima: Mengkhatamkan al-Qur’an Perpekan
Inilah yang diamalkan oleh kebanyakan Sahabat dan para Salafus Shalih. Mereka adalah orang–orang yang paling menghayati dan mengamalkan ayat–ayat al-Qur’an. Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu berkata, ”Janganlah al-Qur’an itu dikhatamkan kurang dari tiga hari. Khatamkanlah dalam tujuh hari sekali, dan hendaklah dijaga hizbnya (tanda penunjuk bacaannya)”
Inilah yang diamalkan oleh kebanyakan Sahabat dan para Salafus Shalih. Mereka adalah orang–orang yang paling menghayati dan mengamalkan ayat–ayat al-Qur’an. Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu berkata, ”Janganlah al-Qur’an itu dikhatamkan kurang dari tiga hari. Khatamkanlah dalam tujuh hari sekali, dan hendaklah dijaga hizbnya (tanda penunjuk bacaannya)”
Kunci Keenam : Membacanya Melalui Hafalan
Orang yang hafal al-Qur’an, dia lebih mudah untuk merenungi dan menghayati al-Qur’an, karena al-Qur’an telah mendarah daging di dalam dirinya dan mudah untuk menghadirkannya kapan saja dan di mana saja. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencela orang yang sama sekali tidak hafal al-Qur’an. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada al-Qur’an walaupun sedikit, seperti rumah yang telah usang” (HR. at-Tirmidzi, “Hadits Hasan”)
Orang yang hafal al-Qur’an, dia lebih mudah untuk merenungi dan menghayati al-Qur’an, karena al-Qur’an telah mendarah daging di dalam dirinya dan mudah untuk menghadirkannya kapan saja dan di mana saja. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencela orang yang sama sekali tidak hafal al-Qur’an. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada al-Qur’an walaupun sedikit, seperti rumah yang telah usang” (HR. at-Tirmidzi, “Hadits Hasan”)
Kunci Ketujuh : Mengulang – ulang Ayat yang Dibaca.
Tujuan diulang–ulangnya ayat adalah untuk memahami ayat yang dibaca. Lebih sering diulang, maka pemahaman dan penghayatan akan lebih dalam. Para Salafussalih dahulu selalu mengulang ayat–ayat yang mereka baca, mengikuti suri tauladan mereka, yaitu Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam. Abu Dzar radiyallahu ‘anhu menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat malam hingga shubuh dengan mengulang-ulang satu ayat, yaitu ayat yang artinya, “Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, se-sungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. al-Maidah :118)
Kunci Kedelapan : Mengkaitkan al-Qur’an Dengan Makna dan Realita Kehidupan.
Maksudnya adalah selalu mengaitkan apa yang kita baca dari al-Qur’an dengan makna di kehidupan nyata kita sehari–hari. Apapun yang kita temukan di kehidupan kita, kita selalu ingat al-Qur’an dan mengaitkan dengannya. Dengan ini al-Qur’an selalu ada di dalam jiwa kita, hidup dan mendarah daging.
Maksudnya adalah selalu mengaitkan apa yang kita baca dari al-Qur’an dengan makna di kehidupan nyata kita sehari–hari. Apapun yang kita temukan di kehidupan kita, kita selalu ingat al-Qur’an dan mengaitkan dengannya. Dengan ini al-Qur’an selalu ada di dalam jiwa kita, hidup dan mendarah daging.
Kunci Kesembilan : Membaca al-Qur’an Secara Tartil.
Membaca tartil artinya membaca dengan perlahan tidak tergesa-gesa, sehingga pembaca bisa memahami dan menghayatinya. Allah ‘azza wajalla telah memerintahkan kita semua untuk membaca al-Qur’an dengan tartil. “Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan” (QS. al-Muzzammil :5)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini, “Maksudnya adalah: bacalah dengan pelan dan tidak tergesa-gesa, karena yang seperti itu membantu sekali dalam memahami dan menghayati al-Qur’an”.
Membaca tartil artinya membaca dengan perlahan tidak tergesa-gesa, sehingga pembaca bisa memahami dan menghayatinya. Allah ‘azza wajalla telah memerintahkan kita semua untuk membaca al-Qur’an dengan tartil. “Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan” (QS. al-Muzzammil :5)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini, “Maksudnya adalah: bacalah dengan pelan dan tidak tergesa-gesa, karena yang seperti itu membantu sekali dalam memahami dan menghayati al-Qur’an”.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam telah memerintahkan kita umatnya agar memperbagus lantunan al-Qur’an dan mengeraskan bacaannya. Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Bukanlah termasuk dari golongan kami orang yang tidak melantunkan al-Qur’an dengan mengeraskan bacaannya”(HR. Bukhari dan yang lainnya)
Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma berkata kepada orang yang membaca al-Qur’an dengan cepat, “Kalau kamu baca al-Qur’an, maka bacalah dengan bacaan yang bisa didengar telingamu dan difahami matahatimu”.
Semoga kita semua bisa memahami, menghayati, mentadabburi, dan mengamalkan ayat – ayat al-Qur’an. Dan semoga kita mendapatkan syafaat dari Al-Qur’an. Amin. Wallahu A’lam. (Abdush Shamad)
Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma berkata kepada orang yang membaca al-Qur’an dengan cepat, “Kalau kamu baca al-Qur’an, maka bacalah dengan bacaan yang bisa didengar telingamu dan difahami matahatimu”.
Semoga kita semua bisa memahami, menghayati, mentadabburi, dan mengamalkan ayat – ayat al-Qur’an. Dan semoga kita mendapatkan syafaat dari Al-Qur’an. Amin. Wallahu A’lam. (Abdush Shamad)
Sumber: Disarikan dari kitab : Mafatih Tadabbur Al-Qur’an , Syaikh Khalid ibn Abdil Karim)
0 komentar:
Posting Komentar