Blog Ar-Rahmah

KEUTAMAAN SHALAT WITIR

Anjuran

Dari Ali bin Abu Thalib berkata,

اَلوِتْرُ لَيْسَ بِحَتْمٍ كَصَلاتِكُمْ المَكْتُوبَةِ وَلَكِنْ سَنَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عليه وَسَلَّمَ وَقاَلَ إِنَّ اللهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الوِتْرَ فَأَوْتِرُوا يَا أَهْلَ القُرْآنِ

“Witir bukan keharusan seperti shalat wajib kalian, akan tetapi Rasulullah saw melakukannya dan beliau bersabda, ‘Sesungguhnya Allah adalah witir, menyintai witir maka lakukanlah shalat witir wahai ahli Qur`an.” Diriwayatkan oleh Ashabus Sunan, Syaikh al-Albani berkata dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib no. 592, “Hasan lighairi.”

Dari hadits ini kita mengetahui bahwa witir sunnah muakkad bukan wajib, ini adalah pendapat yang shahih, berbeda dengan madzhab Hanafi yang berkata, witir wajib.

Waktu

Pendapat yang shahih, waktu shalat witir masuk dengan selesainya shalat Isya sampai terbit fajar dan ia selesai dengan terbit fajar.

Dari Abu Tamim al-Jaisyani berkata, aku mendengar Abdullah bin Amru berkata, Abu Bashrah al-Ghifari menyampaikan kepadaku bahwa Rasulullah saw bersabda,

إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاةً فَصَلُّوهَا فِيْمَا بَيْنَ العِشَاءِ إِلَى الصُبْحِ الوِتْرُ الوِتْرُ

Sesungguhnya Allah menambahkan satu shalat kepada kalian, lakukanlah ia di antara Isya dengan Shubuh, yaitu shalat Witir, shalat Witir.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani. Syaikh al-Albani berkata Shahih at-Targhib wat Tarhib no. 592, “Hadits shahih.”

Waktu mustahab dan afdhal adalah akhir malam, hal ini bagi yang menduga bisa bangun di waktu tersebut, sehingga dia melakukan witir ba’da tahajud dan menjadi shalat akhirnya di waktu malam, namun jika tidak maka ba’da shalat Isya` dan ba’diyahnya.

Dari Jabir berkata, Rasulullah saw bersabda,

مَنْ خَافَ أَنْ لا يَقُوْمَ مِنْ آخِرِ اللَيْلِ فَلْيُوْتِرْ أَوَّلَهُ وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوْتِرْ آخِرَ اللَيْلِ فَإنَّ صَلاةَ آخِرِ الليلِ مَشْهُودَةُ مَحْضُورَةُ وَذلِكَ أَفْضَلُ

Barangsiapa khawatir tidak bangun di akhir malam maka hendaknya berwitir di awalnya, dan barangsiapa yakin bangun di akhir malam maka hendaknya berwitir di akhirnya karena shalat di akhir malam disaksikan dan dihadiri malaikat dan itu lebih utama.” Diriwayatkan oleh Muslim, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.

Rakaat Witir

Minimal satu rakaat tanpa perbedaan, yang sempurna tiga rakaat, kemudian lima, kemudian tujuh, kemudian sembilan, kemudian sebelas, dan sebelas ini adalah maksimal. Ada yang berkata, maksimal tiga belas.

Imam an-Nawawi berkata, “Jika berwitir dengan sebelas rakaat atau kurang maka yang lebih baik adalah salam setiap dua rakaat berdasarkan hadits-hadits shahih. Boleh jika dia melakukannya secara bersambung dengan satu tasyahud di akhir. Boleh juga dengan dua tasyahud, satu di rakaat akhir dan satu di rakaat sebelumnya.” (Al-Majmu’ 4/12).

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda, “Shalat malam dua dua, jika kamu khawatir Shubuh maka berwitirlah satu rakaat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Aisyah berkata, “Rasulullah saw shalat malam sebelas rakaat, salam setiap dua rakaat dan witir dengan satu rakaat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Aisyah berkata, “Rasulullah saw shalat malam tiga belas rakaat, beliau berwitir darinya dengan lima rakaat dan tidak duduk kecuali di akhirnya.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Aisyah berkata, “Nabi saw shalat malam sembilan rakaat, beliau tidak duduk kecuali di rakaat kedelapan, beliau berdzikir, bertahmid dan berdoa kemudian beliau bangkit dan tidak salam, kemudian beliau shalat rakaat kesembilan, kemudian duduk bertasyahud kemudian salam dengan suara yang kami dengar kemudian beliau shalat dua rakaat setelah salam dalam keadaan duduk.” Diriwayatkan oleh Muslim. 

Witir Tiga Rakaat

Imam an-Nawawi berkata, “Jika witir tiga rakaat, maka pendapat yang shahih menurut kami, lebih utama dengan dua salam karena banyak hadits shahih yang menyatakannya, disamping bertambahnya ibadah seperti niat, doa iftitah, doa di akhir shalat, salam dan lainnya, dan ini adalah pendapat Malik dan Ahmad. Pendapat kedua berkata, lebih utama dengan satu salam, ini adalah pendapat sebagian rekan kami. Imam Abu Hanifah berkata, tidak sah kecuali bersambung.”

Bacaan tiga rakaat ba’da al-Fatihah: Pertama al-A’la, kedua al-Kafirun dan ketiga al-Ikhlas plus al-Mu’awwidzatain menurut madzhab Syafi’i dan Malik atau tanpa keduanya menurut madzhab Abu Hanifah dan Ahmad.

Madzhab Syafi’i berdalil kepada hadits Aisyah yang menetapkan al-Mu’awwidzatain ba’da al-Ikhlas dalam riwayat Abu Dawud dan an-Nasa`i. Sedangkan madzhab Abu Hanifah berdalil kepada hadits Ubay bin Kaab dan Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa`i dan Ibnu Majah tanpa al-Mu’awwidzatain.

Shalat Ba’da Witir

Dari Ibnu Umar dari Nabi saw bersabda,

اِجْعَلُوا آخِرَ صَلاتِكُمْ باِللَيْلِ وِتْرًا

Jadikanlah witir sebagai shalat akhir kalian di malam hari.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Namun hal ini adalah anjuran bukan perintah wajib, maka siapa yang sudah witir dan ingin shalat malam atau tahajud, kesempatan tetap terbuka, hanya saja tidak berwitir lagi berdasarkan hadits Thalq bin Ali berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “La witrani fi lailah, tidak ada dua witir dalam satu malam.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa`i. At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”

Qunut Witir

Madzhab Syafi’i berkata, di setengah kedua bulan Ramadhan secara khusus. Madzhab Abu Hanifah dan Ahmad berkata, sepanjang tahun.

Bacaannya adalah,

اللهُمَّ اهدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ وعافِنِي فِيْمَنْ عافَيْتَ وتَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فإنَّكَ تَقْضِي وَلا يُقْضَى عَلَيكَ إنَّهُ لا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتُ وَلا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنا وَتَعَالَيْتَ

Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang Engkau beri petunjuk, berilah aku keselamatan sebagaimana orang-orang yang Engkau beri keselamatan, uruslah aku sebagaimana orang-orang yang Engkau urus, berikanlah berkah pada apa yang Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan apa yang Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau yang menetapkan dan tidak ada yang menetapkan atasMu, orang yang Engkau cintai tidak terhina dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia, Maha Suci Engkau Rabbana lagi Maha Tinggi.” Diriwayatkan oleh Ashabus Sunan. Syaikh al-Albani menshahihkannya dalam Shahih at-Tirmidzi 1/144.
(Izzudin Karimi)
Share this Article on :
Postingan Terkait Lainnya :


Posted by admin

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright YAYASAN AR-RAHMAH 2012 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.